Mesir
dan Kita, Persamaan dan Perbedaan
Oleh
Abdurrahman Wahid
Ada beberapa persamaan antara perkembangan keadaan di Mesir dan Negeri kita dewasa ini.
Perbedaan yang terdapat dalam hal-hal yang di luar tampak sama penting untuk dikaji,
sebagai salah satu alat ukur efektivitas kerja yang kita lakukan sebagai bangsa.
Mesir dewasa ini sedang berada pada tahap konsolidasi
perekonomiannya yang sejak beberapa tahun yang lalu menganut kebijaksanaan pintu
terbuka bagi modal asing. Sama juga halnya dengan pemerintahan kita, pemerintahan
Preiden Sadat harus bergulat dengan beberapa masalah dasar yang memerlukan pemecahan
segera: penyediaan kebutuhan pokok setelah sekian lama dilalaikan oleh perekonomian
sosialistisnya mendiang Presiden Nasser.
Bagi Presiden Sadat, masalahnya memiliki urgensi lebih
besar lagi, karena rasa tidak senang kepada politik perdamaiannya dengan Israel tidak
dapat dibiarkan menjadi sumber sengketa politik lebih dahsyat, kalu
dibiarkan bergabung dengan issue langkanya kebutuhan pokok. Demonstrasi menuntut
pangan sebelum persetujuan Camp David saja sudah sulit ditangani, apalagi kini, setelah
dua kali perdana menteri Israel Manachem Begin ke Mesir dan Sadat sendiri ke Jerusalem.
Demikian pula, serangkaian keadaan tidak menguntungkan
harus dihadapi sebagai kenyataan: laju pertumbuhan penduduk yang sangat besar, masih
terbatasnya kemampuan mengembangkan industri menengah, dan sektor pedesaan yang
masih belum mampu menyediakan pangan, dan seterusnya. Pada deretan hal-hal yang tidak
menguntungkan itu harus ditambahkan pula belum adanya konsensus nasional tentang orientasi
pembangunan yang diingini.
Dua faktor utama menunjukkan perbedaan menyolok dalam
persamaan keadaan antara Mesir
dan kita. Yang pertama adalah alotnya birokrasi di sana untuk diarahkan kepada
kebutuhan membangun.
Terlepas dari perbaikan kecil disana-sini, birokrasi
Mesir telah membengkak dan mengeras begitu rupa, sehingga ia justru merupakan ancaman
terhadap keberhasilan pembangunan. Faktor lain juga tampak menyolok: kurang mampunya
sektor nonpemerintah untuk melakukan hal-hal berarti di tingkat bawah, sehingga semakin
hari semakin terasa tingginya laju proses penegrian kehidupan sosial-ekonomi
secara menetap, dan menipisnya kemampuan pihak non pemerintah untuk melakukan pengawasan
atas birokrasi.
Salah satu bukti dari kenyataan ini adalah tidak
berlanjutnya dengan memuaskan prakarsa Presiden Sadat untuk memulai demokratisasi
kehidupan politik di Mesir sejak tahun 1975.
Gagasan Sadat semula adalah menciptakan beberapa partai
politik, ada yang memerintah dan ada yang menjadi oposisi loyal. Kini gagasan itu
mengalami ujian berat. Partai Wafd di bawah Fuad Sirageldine membubarkan diri daripada
diatur terus menerus oleh pihak yang memerintah. Kelompok moderat dalam Partai
Aksi Sosialis pimpinan Ibrahim Shukri terjepit oleh unsur-unsur keras, yang
menginginkan perlawanan lebih konsisten terhadap campur-tangan aparat pemerintah dalam
kehidupan politik mereka.
Front Progresif Nasional yang menghimpun sekian banyak
tokoh-tokoh kiri, dari yang Marxis-Leninis tulen hingga yang dinamai muslim
kiri (yasari dini) , juga mengalami tekanan-tekana berat dari partainya
Sadat, Partai
Demokrat Nasional.Khalid Muhyiddin, pemimpin Front tersebut, yang dulunya menjadi
sesama anggota teras berasma Sadat dalam gerakan Opsir Merdeka yang menumbangkn monarki
dalam tahun 1952, kini mendapati ruang gerak partainya semakin lama semakin mengecil
sehingga ia menghentikan penerbitan organ mingguan front-nya itu, AlAhrar.
Ternyata banyak yang dapat dipelajari dai keadaan Mesir
kini. Yang terpenting adalah keharusan menghentikan pemekaran kekuasaan birokrasi
pemerintahan, karena ia akan membawa kepada penghancuran kreativitas sektor nonpemerintah.
Padahal tanpa partisipasi nyata dari sektor ini, pembangunan politik yang demokratis tidak
akan terlaksana. Sedangkan pembangunan politik akan sangat menetukan keberhasilan
pembangunan di bidang lain.
Syukurlah sedikit banyak ada perbedaan antara bangsa
kita dan bangsa Mesir dalam hal ini. Walaupun perbedaan ini semakin hari semakin juga
semakin mengecil karena birokrasi pemerintahan di negeri kita semakin hari semakin
membengkak ukuran dan kekuasaannya.
(Sumber: TEMPO, 10 Oktober 1981) |